Berbahasa Sesuai Ranah Pemakaian
Bahasa yang baik adalah
bahasa yang sesuai dengan situasi.Sebagai alat komunikasi, bahasa harus dapat
efektif menyampaikan maksud kepada lawan bicara. Karenanya, laras bahasa yang dipilih pun harus sesuai.
Ada lima laras bahasa yang dapat
digunakan sesuai situasi. Berturut-turut sesuai derajat keformalannya, ragam
tersebut dibagi sebagai berikut.
1. Ragam beku (frozen); digunakan pada situasi hikmat
dan sangat sedikit memungkinkan keleluasaan seperti pada kitab suci, putusan
pengadilan, dan upacara pernikahan.
2. Ragam resmi (formal); digunakan dalam komunikasi
resmi seperti pada pidato, rapat resmi, dan jurnal ilmiah.
3. Ragam konsultatif (consultative); digunakan dalam
pembicaraan yang terpusat pada transaksi atau pertukaran informasi seperti
dalam percakapan di sekolah dan di pasar.
4. Ragam santai (casual); digunakan dalam suasana tidak
resmi dan dapat digunakan oleh orang yang belum tentu saling kenal dengan
akrab.
5. Ragam akrab (intimate). digunakan di antara orang
yang memiliki hubungan yang sangat akrab dan intim.
Bahasa yang benar adalah
bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa baku, baik kaidah untuk bahasa baku
tertulis maupun bahasa baku lisan. Ciri-ciri ragam bahasa baku adalah sebagai
berikut.
1. Penggunaan kaidah tata bahasa normatif. Misalnya dengan penerapan pola kalimat yang
baku: acara itu sedang kami ikuti dan bukan acara itu kami
sedang ikuti.
2. Penggunaan kata-kata
baku. Misalnya cantik sekali dan
bukan cantik banget; uang dan bukan duit;
serta tidak mudah dan bukan nggak gampang.
3. Penggunaan ejaan resmi dalam ragam tulis. Ejaan yang kini
berlaku dalam bahasa Indonesia adalah ejaan
yang disempurnakan (EYD). Bahasa baku harus
mengikuti aturan ini.
4. Penggunaan lafal baku dalam ragam lisan. Meskipun hingga saat
ini belum ada lafal baku yang sudah ditetapkan, secara umum dapat dikatakan
bahwa lafal baku adalah lafal yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat
atau bahasa daerah. Misalnya: /atap/ dan bukan /atep/; /habis/ dan bukan
/abis/; serta /kalaw/ dan bukan /kalo/.
5. Penggunaan kalimat secara efektif. Di luar pendapat umum
yang mengatakan bahwa bahasa Indonesia itu bertele-tele, bahasa baku sebenarnya
mengharuskan komunikasi efektif: pesan pembicara atau penulis harus diterima
oleh pendengar atau pembaca persis sesuai maksud aslinya.
Dari semua ciri bahasa baku
tersebut, sebenarnya hanya nomor 2 (kata baku) dan nomor 4 (lafal baku) yang
paling sulit dilakukan pada semua ragam. Tata bahasa normatif, ejaan resmi, dan
kalimat efektif dapat diterapkan (dengan penyesuaian) mulai dari ragam akrab
hingga ragam beku. Penggunaan kata baku dan lafal baku pada ragam
konsultatif, santai, dan akrab malah akan menyebabkan bahasa menjadi tidak baik
karena tidak sesuai dengan situasi.